Thursday, 23 August 2007

Diantara kerumunan



Diantara pengunjung stand PT SuryaPalacejaya di FGD Expo 2007, terlihat Lans Brahmantyo dari Afterhours dan Pramudji Suginawan PT Surya Palacejaya General Manager berbincang akrab.

FGD Expo 2007

Ibu Leni Suginawan nongkrong bareng dan ngobrol bersama Nico Pranoto(ketua ADGI, Banana Inc), Hermawan Tanzil (LeBoYe), Dewi (Tiga Grafis).

Wednesday, 22 August 2007

Operasi Illegal Logging Cemaskan Investor Pulp dan Kertas

Giatnya operasi illegal logging telah membuat investor di industri pulp dan kertas yang berancang-ancang menanamkan dananya di Indonesia ketakutan dan siap berpaling.

Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) H Mansyur saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (20/8/2007).

"Animo investor asing sangat tinggi untuk berbisnis disektor ini. Karena investor melihat prospek cerah dengan semakin tingginya permintaan kertas dan tersedianya pasokan bahan baku, sementara masih sedikitnya produsen pulp dan kertas di Indonesia," jelas Mansyur.

Selain itu, ungkap mansyur, investor melihat pabrik serupa di Eropa dan Amerika Serikat banyak yang tutup karena masalah pasokan bahan baku, maka pilihan investor jatuh ke Indonesia yang dinilai strategis.

Mansyur mengkhawatirkan masalah ini akan berbahaya bagi iklim investasi apabila tidak segera ditanggulangi. Karena para calon investor itu sudah mulai mempertanyakan kepada asosiasi kenapa perusahaan yang sudah ada izinnya, tapi tetap dikenakan tindakan seperti pelaku pembalakan liar.

"Investor asing sudah ketakutan. Rata-rata investor ini dari Korea dan Cina, karena 40 persen pasokan pulp perusahaan kertas mereka dipasok dari Indonesia," ungkap Mansyur.

Mansyur menjelaskan, Indonesia masuk dalam peringkat ke sembilan sebagai produksi pulp dan kertas terbesar di dunia. Ia mengkhawatirkan masalah ini dapat menurunkan angka ekspor pulp dan kertas yang ditargetkan tahun ini akan menembus US$ 4,5 miliar, tahun lalu ekspor mencapai US$ 4,2 miliar.

detik.com

Pemberantasan Illegal Logging RI Picu Lonjakan Harga Pulp

Jakarta - Berhentinya pasokan kayu terhadap dua pabrik pulp PT Riau Andalan Pulp dan Paper dan Asia Pulp and Paper (APP) sejak bulan Februari lalu, menjadi pemicu naiknya harga pulp dan kertas di pasar dunia.

Selama Agustus ini saja, kenaikan sudah mencapai US$ 20 per ton atau menjadi US$ 620 per ton untuk pulp dan US$ 850-900 per ton untuk kertas.

Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) H Mansyur saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (20/8/2007).

"Kabar terganggunya pasokan kayu dua perusahaan itu sudah menyebar ke penjuru dunia. Efek psikologisnya harga pulp dan paper di pasar dunia naik tajam," jelas Mansyur.

Seperti diketahui, dua perusahaan pulp dan paper yakni PT RAP dan APP terancam berhenti beroperasi akibat tidak adanya pasokan kayu, menyusul operasi pemberantasan illegal logging. Kedua produsen utama dunia itu terancam berhenti beroperasi dalam dua bulan kedepan, dan terpaksa mem-PHK karyawannya.

"Penebangan otomatis mulai berhenti sejak Februari, setelah polisi memasang police line disepanjang hutan. Diperkirakan stok kayu yang tersisa akan habis pada akhir September sehingga mulai 1 oktober kedua perusahaan ini berhenti total," tambah Mansyur.

Ia mendesak perbedaan soal operasi pemberantasan illegal logging ini dapat ditemukan titik temunya. Pihaknya berharap Polri tidak menghambat produksi pulp dan kertas di dua perusahaan raksasa tersebut mengingat 5 juta ton pulp dipasok dari keduanya.

"Masalah perbedaan persepsi antara Departemen kehutanan dan Polri sangat merugikan. Dephut sudah memberikan izin tapi Polri masih mencurigai tindakan ilegal pada dua perusahaan ini. Padahal kayu yang ditebang dari hutan tanaman industri," jelas Mansyur.

Mansyur khawatir berhentinya pasokan itu bisa menyebabkan harga buku seperti buku tulis menjadi mahal.

Dan jika memang tak ada pasokan, maka Indonesia terpaksa mengimpor pulp, mengingat lima pabrik lainnya yang berada di Aceh, Toba, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur kapasitas produksinya sangat kecil.

"Total produksi kelima perusahaan itu hanya 1,5 juta ton pulp dari total kebutuhan pulp yang sebesar 6,5 juta ton," kata Mansyur.

(detikfinance.com)

APP dan Riau Pulp Terancam Berhenti Operasi Oktober

Jakarta - Dua perusahaan kertas dan pulp raksasa, Asia Pulp and Paper (APP) milik kelompok Sinarmas dan PT Riau Andalan Pulp and Paper terancam terhenti beroperasi pada Oktober 2007 karena minimnya bahan baku akibat operasi pemberantasan illegal logging.

Pengusaha industri berbasis kehutanan terancam melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhadap ratusan ribu buruhnya terkait operasi pemberantasan illegal logging yang dilakukan oleh kepolisian 8 bulan terakhir ini.

Hal dikatakan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi dalam jumpa pers di kantornya, Plaza Great River, Kuningan, Jakarta, Rabu (15/8/2007).

Dalam acara tersebut salah seorang pengusaha industri perkayuan yaitu PT Riau Andalan Pulp and Paper terancam terhenti operasinya pada bulan Oktober.

"Saat ini produksi bahan mix kita 100 persen harus memakai kayu akasia dan stoknya terbatas, September akan berkurang drastis dan Desember sudah habis sama sekali sehingga operasi kita terhenti," ujar Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper Rudi Fajar.

Dia menceritakan bahwa semenjak awal Februari 2007 hingga sekarang illegal logging berdampak terhadap bisnis perusahaannya dimana dia harus merubah sumber-sumber kayu yang sudah direncanakannya karena dilarang kepolisian.

"Jika sumber kayu diubah berarti ada produk yang harus dihentikan, dan hal ini membuat customer kita kecewa, saat ini untuk transportasi juga harus dilakukan efisiensi, dulu kita memakai 1000 truk sekarang menjadi 500 truk, dan ini berarti mematikan pekerjaan para supir-supir, kami khawatir harus melakukan PHK terhadap para pekerja kami," paparnya.

Fajar mengatakan bahwa jumlah tenaga kerjanya yang terancam di PHK terkena dampak tersebut adalah sekitar 200 hingga 250 ribu orang. "Devisa juga akan berkurang pada bulan Oktober menjadi 0 persen atau kita kehilangan US$ 100 juta, apalagi 80 persen hasil produksi kita untuk ekspor," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, salah satu perusahaan di bidang yang sama yaitu PT Indah Kiat Pulp & Paper (grup APP) yang diwakili oleh Direkturnya yaitu Joice Budisusanto mengatakan bahwa perseroan berpotensi kehilangan pendapatan sebesar US$ 300 miliar.

"Sementara untuk karyawan yang terancam PHK sebanyak 300 ribu orang yang direct, sementara yang indirect adalah sebanyak 500 ribu orang, produksi kita juga terganggu karena biasanya kita memproduksi 2 juta ton setiap tahunnya yang sebagian besar untuk ekspor," paparnya.

(detik.com)

Operasi Illegal Logging Cemaskan Investor Pulp dan Kertas

Giatnya operasi illegal logging telah membuat investor di industri pulp dan kertas yang berancang-ancang menanamkan dananya di Indonesia ketakutan dan siap berpaling.

Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) H Mansyur saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (20/8/2007).

"Animo investor asing sangat tinggi untuk berbisnis disektor ini. Karena investor melihat prospek cerah dengan semakin tingginya permintaan kertas dan tersedianya pasokan bahan baku, sementara masih sedikitnya produsen pulp dan kertas di Indonesia," jelas Mansyur.

Selain itu, ungkap mansyur, investor melihat pabrik serupa di Eropa dan Amerika Serikat banyak yang tutup karena masalah pasokan bahan baku, maka pilihan investor jatuh ke Indonesia yang dinilai strategis.

Mansyur mengkhawatirkan masalah ini akan berbahaya bagi iklim investasi apabila tidak segera ditanggulangi. Karena para calon investor itu sudah mulai mempertanyakan kepada asosiasi kenapa perusahaan yang sudah ada izinnya, tapi tetap dikenakan tindakan seperti pelaku pembalakan liar.

"Investor asing sudah ketakutan. Rata-rata investor ini dari Korea dan Cina, karena 40 persen pasokan pulp perusahaan kertas mereka dipasok dari Indonesia," ungkap Mansyur.

Mansyur menjelaskan, Indonesia masuk dalam peringkat ke sembilan sebagai produksi pulp dan kertas terbesar di dunia. Ia mengkhawatirkan masalah ini dapat menurunkan angka ekspor pulp dan kertas yang ditargetkan tahun ini akan menembus US$ 4,5 miliar, tahun lalu ekspor mencapai US$ 4,2 miliar.

detik.com

Harga pulp melonjak capai US$730 per ton

Harga bubur kertas (pulp) serat panjang (long fibre)-berbahan baku kayu pinus- di pasar internasional melonjak tajam menjadi US$730 per ton, sementara kalangan produsen di dalam negeri mendesak pemerintah segera mengatasi kelangkaan pasokan bahan baku yang kian mengganggu kinerja industri pulp dan kertas nasional.
Ketua Presidium Asosiasi Pulp & Kertas Indonesia (APKI) Muhammad Mansyur menjelaskan hingga kemarin (14 Agustus) harga pulp serat panjang di pasar inter-nasional tercatat mencapai US$730 per ton, padahal akhir bulan lalu (Juli) masih sekitar US$710 per ton.

"Kenaikan harga pulp serat panjang ini ikut mendongkrak harga pulp serat pendek yang diproduksi Indonesia. Harga pulp serat pendek kini menembus US$620 per ton atau naik US$20 dibandingkan harga pada akhir Juli," ujar Mansyur, kemarin.

Pada awal tahun harga pulp serat panjang tercatat masih sekitar US$600 per ton dan pada Mei melonjak menjadi US$700 per ton, sedangkan harga pulp serat pendek (short fibre)-dari kayu akasia-naik menjadi US$400 hingga US$500 per ton dari US$400 per ton pada Mei, sebelumnya naik lagi menjadi US$620 per ton, kemarin.

Menurut dia, pelaku pasar pulp internasional umumnya memanfaatkan isu keterbatasan pasokan bahan baku pulp di Indonesia sebagai salah satu alasan untuk menaikkan harga komoditi ini.

Kenaikan harga pulp, ujarnya, berimbas negatif pada industri kertas di dalam negeri. "Harga kertas di pasar domestik akan mengalami kenaikan signifikan karena produsen kertas membeli bahan baku pulp dengan harga yang sama tinggi di pasar internasional," ujarnya.

Itulah sebabnya, untuk mengatasi gejolak harga di pasar internasional dan domestik, Mansyur kembali mendesak pemerintah segera membantu mengatasi problem pasokan terutama dalam penyediaan bahan baku berupa kayu.

"Saya tidak mempermasalahkan sisi hukumnya [pemberantasan illegal logging/ pembalakan liar]. Yang penting, masalah pasokan bahan baku harus segera ditangani. Apalagi, masalah ini telah dijadikan momentum oleh pasar internasional untuk menaikkan harga yang berimbas kepada harga kertas di dalam negeri."

Dia menambahkan keterbatasan pasok bahan baku pulp tersebut diakibatkan oleh langkah pemerintah dalam pemberantasan pembalakan liar yang tidak terpadu, dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup industri pulp dan kertas.

Depperin belum lama ini telah melayangkan surat ke Departemen Kehutanan terkait dengan macetnya pasok bahan baku yang mengancam industri pulp dan kertas dalam negeri.
(bisnis.com)